Definisi
Stomatitis Aphtous
Reccurent atau
yang di kalangan awam disebut sariawan adalah luka yang terbatas pada jaringan
lunak rongga mulut. Istilah recurrent digunakan karena memang lesi ini
biasanya hilang timbul. Luka ini bukan infeksi, dan biasanya timbul soliter atau
di beberapa bagian di rongga mulut seperti pipi, di sekitar bibir, lidah, atau
mungkin juga terjadi di tenggorokan dan langit-langit mulut.
Penyebab
Penyebab
Hingga
kini, penyebab dari sariawan ini belum dipastikan, tetapi ada faktor-faktor yang
diduga kuat menjadi pemicu atau pencetusnya. Beberapa diantaranya
adalah:
- Trauma pada jaringan lunak mulut (selain gigi), misal tergigit, atau ada gigi yang posisinya di luar lengkung rahang yang normal sehingga menyebabkan jaringan lunak selalu tergesek/tergigit pada saat makan/mengunyah
- Kekurangan nutrisi, terutama vitamin B12, asam folat dan zat besi.
- Stress
- Gangguan hormonal, seperti pada saat wanita akan memasuki masa menstruasi di mana terjadi perubahan hormonal sehingga lebih rentan terhadap iritasi
- Gangguan autoimun / kekebalan tubuh, pada beberapa kasus penderita memiliki respon imun yang abnormal terhadap jaringan mukosanya sendiri.
- Penggunaan gigi tiruan yang tidak pas atau ada bagian dari gigi tiruan yang mengiritasi jaringan lunak
- Pada beberapa orang, sariawan dapat disebabkan karena hipersensitivitas terhadap rangsangan antigenik tertentu terutama makanan.
Ada juga
teori yang menyebutkan bahwa penyebab utama dari SAR adalah keturunan. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang orang tuanya menderita SAR lebih
rentan untuk mengalami SAR juga.
Gejala
Awalnya timbul rasa sedikit
gatal atau seperti terbakar pada 1-2 hari di daerah yang akan menjadi sariawan.
Rasa ini timbul sebelum luka dapat terlihat di rongga
mulut.
Sariawan dimulai dengan adanya
luka seperti melepuh di jaringan mulut yang terkena berbentuk bulat atau oval.
Setelah beberapa hari, luka seperti melepuh tersebut pecah dan menjadi berwarna
putih di tengahnya, dibatasi dengan daerah kemerahan.
Bila berkontak dengan makanan
dengan rasa yang tajam seperti pedas atau asam, daerah ini akan terasa sakit dan
perih, dan aliran saliva (air liur) menjadi meningkat.
Berdasarkan ciri khasnya secara
klinis, SAR dapat digolongkan menjadi ulser minor, ulser mayor, dan ulser
hepetiform.
Ulser minor adalah yang paling
sering dijumpai, dan biasanya berdiameter kurang dari 1 cm dan sembuh tanpa
menimbulkan jaringan parut. Bentuknya bulat, berbatas jelas, dan biasanya
dikelilingi oleh daerah yang sedikit kemerahan. Lesi biasanya hilang setelah
7-10 hari.
Ulser mayor biasanya
berdiameter lebih dari 1 cm, bulat dan juga berbatas jelas. Tipe ini membutuhkan
waktu yang lebih lama untuk sembuh, dan dapat menimbulkan jaringan parut setelah
sembuh.
Ulser herpetiform adalah yang
paling jarang terjadi dan biasanya merupakan lesi berkelompok dan terdiri dari
ulser berukuran kecil dengan jumlah banyak.
Pemeriksaan
Selain pemeriksaan visual,
pemeriksaan laboratoris diindikasikan bagi pasien yang menderita SAR di atasi
usia 25 tahun dengan tipe mayor yang selalu hilang timbul, atau bila sariawan
tidak kunjung sembuh, atau bila ada gejala dan keluhan lain yang berkaitan
dengan faktor pemicu.
Diagnosis banding
Diagnosis banding
Lesi SAR bisa sangat mirip
dengan manifestasi penyakit lain dan sulit dibedakan dengan beberapa penyakit
tertentu. Untuk membedakannya, ada beberapa hal yang perlu diketahui di
antaranya:
- Jumlah, bentuk, dan ukuran lesi, serta seberapa sering lesi hilang timbul (rekuren)
- Usia penderita saat pertama kali timbul sariawan
- Perubahan mukosa atau jaringan kutan
- Ada/tidaknya keterlibatan sistem organ atau adanya gejala lain
- Obat-obatan yang sedang dikonsumsi
- Faktor-faktor pada host/penderita, misalnya:
o
Genetik
o
Defisiensi
nutrisi
o
Masalah pada sistem
imun
o
Stress, masalah psikologis atau
fisik
- Apakah pasien menderita HIV/AIDS
o
Penyakit AIDS biasanya
bermanifestasi secara klinis di rongga mulut. Biasanya timbul ulserasi bisa
berupa SAR dalam jenis minor, mayor atau herpetiform. Selain itu juga dapat
terjadi candidiasis yaitu infeksi jamur Candida.
Patogenesis
Ada beberapa teori yang
menyebutkan kaitan SAR dengan mikroba di dalam mulut seperti streptococcus,
Heliobacter pilori dan herpes virus, namun hingga kini teori tersebut
belum disepakati secara universal.
Faktor utama yang dikaitkan
dengan SAR adalah faktor genetik, defisiensi hematologi, kelainan imunologis,
dan faktor lokal seperti trauma pada mulut dan kebiasaan merokok. Selama 30
tahun terakhir penelitian yang dilakukan menyiratkan adanya hubungan antara SAR
dan limfotoksisitas, antibody-dependent cell-mediated cytotoxicity, defek
pada sel limfosit, dan perubahan dalam rasio limfosit CD4 terhadap
CD8.
Riset yang baru-baru ini
dilakukan banyak berpusat pada jaringan sitokin mukosa. Salah satu penelitian
mengungkapkan bahwa adanya respon imun yang diperantarai sel secara berlebihan
pada pasien SAR, sehingga menyebabkan ulserasi lokal pada
mukosa.
Selain itu, faktor yang paling
banyak didokumentasikan dalam penelitian adalah faktor herediter. Dalam satu
penelitian yang melibatkan 1303 anak dari 530 keluarga, didapati adanya
kerentanan yang lebih meningkat terhadap SAR pada anak-anak yang orang tuanya
adalah penderita SAR. Pasien yang memiliki orang tua penderita SAR beresiko
hingga 90 % untuk terkena SAR juga, sedangkan pasien yang orang tuanya tidak
pernah terkena SAR hanya beresiko 20 %. Lebih jauh lagi, human leukocyte
antigen (HLA) yang spesifik secara genetik ternyata teridentifikasi pada
pasien SAR, terutama pada kelompok etnis tertentu. Ada juga penelitian yang
mengkaitkan SAR minor dengan faktor genetik yang berkaitan dengan fungsi imun
terutama gen yang mengendalikan pelepasan Interleukin (IL)-1B dan
IL-6.
Defisiensi hematologi terutama
serum besi, folat, atau vitamin B12 juga banyak dikaitkan sebagai
faktor etiologis dari pasien SAR. Salah satu penelitian melaporkan keadaan
klinis yang membaik hingga 75 % pada pasien SAR saat defisiensi hematologis yang
dideritanya terdeteksi dan dilakukan terapi.
Faktor lainnya yang dikaitkan
dengan SAR diantaranya adalah kecemasan dan stress psikologis yang sering
terjadi. Perubahan hormon seperti menstruasi, trauma pada jaringan mukosa
seperti sering tergigit secara tidak sengaja, dan alergi makanan juga dilaporkan
sebagai faktor resiko terjadinya SAR.
Perawatan
SAR sebetulnya dapat sembuh
sendiri, karena sifat dari kondisi ini adalah
self-limiting.
Obat-obatan untuk mengatasi
SAR diberikan sesuai dengan tingkat keparahan lesi.
Untuk kasus ringan, jenisnya
bisa berupa obat salep yang berfungsi sebagai topical coating agent yang
melindungi lesi dari gesekan dalam rongga mulut saat berfungsi dan melindungi
agar tidak berkontak langsung dengan makanan yang asam atau pedas. Selain itu
ada juga salep yang berisi anestesi topikal untuk mengurangi rasa perih. Obat
topikal adalah obat yang diberikan langsung pada daerah yang terkena (bersifat
lokal).
Pada kasus yang sedang hingga
berat, dapat diberikan salep yang mengandung topikal steroid. Dan pada penderita
yang tidak berespon terhadap obat-obatan topikal dapat diberikan obat-obatan
sistemik.
Penggunaan obat kumur
chlorhexidine dapat membantu mempercepat penyembuhan SAR. Namun penggunaan obat
ini secara jangka panjang dapat menyebabkan perubahan warna gigi menjadi
kecoklatan.
Obat-obatan tersebut didapat
dengan resep dokter. Meskipun penyakit ini terbilang ringan, ada baiknya bila
ditangani oleh dokter gigi spesialis penyakit mulut (drg.
Sp.PM)
Pencegahan
Pencegahan
- Hindari stress yang berlebihan, dan tingkatkan kualitas tidur minimal 8 jam sehari. Tidur yang berkualitas bukan hanya dilihat dari lamanya waktu tidur. Tidur dalam kondisi banyak beban pikiran atau stress dapat menurunkan kualitas tidur.
- Perbaiki pola makan. Pola makan dan diet yang sehat tidak hanya akan mencegah sariawan namun juga meningkatkan kualitas hidup secara keseluruhan. Perbanyak sayuran hijau dan buah yang kaya akan asam folat, vitamin B-12 dan zat besi. Bila sedang menderita SAR, hindari makanan yang pedas dan asam.
- Jaga kebersihan dan kesehatan gigi dan mulut.